Rabu, 06 November 2019

STANDAR INTERNASIONAL ISO 9001:2015



Perubahan pada ISO 9001:2015 dengan ISO 9001:2008 terjadi pada aspek yang mendasar namun strategis. ISO 9001:2008 menekankan pada “Process Based” yang artinya organisasi harus men-define proses bisnis pada organisasinya untuk kemudian merancang sistem yang akan digunakan sebagai acuan dalam menjalankan bisnisnya, sedangkan pada ISO 9001:2015 menekankan pada Risk Based” yang artinya organisasi harus mendefinisikan dan menformulasikan konteks dari bisnisnya, apa tantangan dan issue saat ini dan masa yang akan datang baik dari sisi internal dan eksternal serta bagaimana mengelola peluang dan resiko.
ISO 9001:2015 sangat mendukung bisnis organisasi di level yang lebih strategis, tidak hanya pada level operasional. Hal ini berarti bahwa pimpinan puncak harus mampu mendemonstrasikan komitmennya terhadap Quality Management System melalui :
  • Mengambil tanggung jawab penuh terhadap efektifitas implementasi sistem management mutu.
  • Menetapkan dan mengkomunikasikan Quality Policy dan Quality Objective ke seluruh organisasi.
  • Memastikan kecukupan sumber daya.
  • Memastikan hasil yang diharapkan terhadap implementasi sistem management mutu tercapai.
  • Memastikan terintegrasinya sistem managemen mutu dengan proses bisnis yang ada.
  • Mengkomunikasikan pentingnya pencapaian mutu dan keefektifan implementasi sistem manajemen mutu.
  • Mempromosikan kesadaran atas pentingnya pendekatan proses dan continual improvement.
  • Mengarahkan seluruh organisasi untuk berpartisipasi dalam keefektifan sistem manajemen mutu.
  • Mendukung level manajemen lainnya untuk hal-hal diatas.
  • Terpenuhinya persyaratan pelanggan dan peraturan yang berlaku.
  • Teridentifikasinya peluang dan ancaman terkait dengan terpenuhinya persyaratan diatas.
  • Mempertahankan konsistensi pemenuhan persyaratan pelanggan.
  • Fokus kepada peningkatan kepuasan pelanggan.
Bukan berarti Management Representatif tidak di bolehkan berperan, namun dengan sistem ISO 9001:2015 ini lebih membagi-bagi tugas, untuk yang strategis dan komitmen harus di kelola oleh top management sedangkan untuk yang operasional boleh diwakilkan oleh Management Representatif.
Pada ISO 9001:2015 tidak ada satupun bentuk dokumentasi yang diwajibkan, artinya proses-proses yang di identifikasikan berdasarkan risk dan opportunity dapat di buat dalam bentuk apapun semisal mendokumentasikan proses dalam bentuk multimedia, voice, sistem otomasi, database, sistem informasi dan lain-lain. Yang penting proses-proses tersebut dapat dikendalikan serta hasilnya dapat di demonstrasikan bahwa hal tersebut telah dilakukan dan hasilnya efektif. Sehingga proses dokumentasi dalam ISO 9001:2015 menjadi jauh lebih mudah karena dapat disesuaikan dengan perkembangan teknologi.
Jikalau dulu ISO 9001 dipakai hanya untuk memenuhi persyaratan organisasi sehingga tidak betul-betul dijadikan sebagai sistem dalam meningkatkan kualitas manajemen, sekarang pada ISO 9001:2015 terdapat aspek kontekstual, aspek stakeholder, risk dan komitmen manajemen yang betul-betul harus dihasilkan dari analisa dan identifikasi bisnis. Dengan hal itu, diharapkan ISO 9001:2015 menjadi tools bagi organisasi untuk dapat survivesustaindan berkembang terhadap kompetisi bisnis dan perubahan budaya sehingga dapat menjadi bekal untuk meningkatkan daya saing di sektornya.
Oleh karena itu sangat penting bagi organisasi untuk melakukan upgrade sistem manajemen mutu berdasarkan ISO 9001:2015, dengan harapan dapat meraih improvement agar organisasi dapat sustain, mampu bersaing dan tetap unggul. Terlepas dari tidak berlakunya sertifikat ISO yang masih menggunakan standar ISO 9001:2008 pada bulan September 2018 ini.


MANFAAT PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001 : 2015 DI ORGANISASI


Kamis, 09 Januari 2014

masyarakat

Sejak di luncurkannya konsep Klasikal Realisme ( Morgenthau, 1920) tentang negara dan kepentingan nasionalnya sebagai kekuatan dominan dalam hubungan antar bangsa dan antara negara dan warganegara, sampai hari ini, konsep kenegaraan masih merupakan konsep ideal bagi tata laksana hubungan domestik, kawasan dan internasional. Dalam tata laksana hubungan domestik, maka titik beratnya adalah negara dan 
warga negara. Negara sebagai subyek, warga negara sebagai obyek. Dalam kasus Indonesia yang menganut asas Hak Asasi Manusia ala konfusianisme, kewajiban harus di dahulukan sebelum hak di penuhi. Artinya, warga negara berada pada posisi untuk patuh agar haknya di penuhi.
Dalam hubungan kawasan dan internasional, negara dan warga negara mau tidak mau akan saling bahu membahu untuk menyukseskan hubungan tersebut, terlebih di zaman serba virtual ini, di mana bentuk kejahatan terbaru hasil klasifikasi NATO adalah kejahatan dunia maya (Cyber crime). Dalam jenis kejahatan ini, musuh negara bukan melulu negara lain, melainkan individu yang bisa saja warganegara (negara) itu sendiri. Maka, Dwi Kewarganegaraan (DK) harus mampu merangsang negara untuk mencari cara -cara baru guna menangani jenis kejahatan yang bisa mengancam kedaulatan suatu negara, selain juga menjadi katalisator bagi bentuk-bentuk hubungan diplomatik yang baru bagi kedua belah pihak.
Akan tetapi, asas negara sebagai subjek tetap berlaku dalam semua jenis hubungan, karena negara memiliki kapasitas ‘legal personal’ atau berdaulat dan karenanya mampu melakukan interaksi dan hubungan internasional dengan pihak asing, baik negara maupun organisasi internasional. Dengan kapasitas ini, negara mampu menjamin kedaulatan individu si warganegara di luar wilayah kedaulatan negara. Begitu mutual hubungan antara negara dan warganegara, oleh karenanya demi menjaga status hukum (legal personal) itu, negara akan mendahulukan kepentingan nasionalnya yang terkait dengan unsur -unsur kedaulatan yang terdiri atas wilayah, penduduk dan perangkat hukum, serta pengakuan dari pihak internasional. Wacana DK bermuara pada semua unsur strategis kedaulatan suatu negara.
Oleh karena itu, pendekatan Petisi Dwi Kewarganegaraan (PDK) dalam mewujudkan visi gerakan ini adalah Top Down dan Bottom Up. Top Down di dengan mewacanakan posisi Indonesia di Kawasannya (ASEAN) dan global (G20). Di Kawasan ASEAN, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi dominan karena beberapa alasan. diantaranya adalah, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ke tiga di dunia, populasi terbesar ke empat di dunia, bersama ASEAN, Indonesia mampu mencipatakan kawasan ekonomi terbesar ke lima di dunia.
Akan tetapi, Indonesia perlu lebih berani dalam mengambil arah dan memimpin ASEAN, karena Indonesia di kenal sebagai rumah politik ASEAN.The ASEAN Way yang selalu di banggakan sebagai ciri dari kultur asia, perlu di tinjau ulang pelaksanannya, agar ASEAN tidak jalan di tempat ( jka di bandingkan dengan kemajuan EU dalam organisasi kawasan). Indonesia seharusnya menjadi katalisator bagi keterbukaan ASEAN, dengan lebih dulu membuka dirinya melalui salah satunya, aplikasi Dwi Kewarganegaraan.
Pendekatan Bottom Up adalah Partisipasi WNI (dalam dan luar negeri) untuk terlibat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik di kedua negara. Hanya saja, pemaparan program untuk kedua pendekatan itu akan membutuhkan banyak studi dan kerja keras semua pihak. Seharusnya, aplikasi DK dan peran warganegara ganda akan mampu menjadi katalisator bagi perubahan yang lebih maju dan terbuka.

PRASANGKA, DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME


Hidup bermasyarakat adalah hidup dengan berhubungan baik antara dihubungkan dengan menghubungkan antara individu-individu maupun antara kelompok dan golongan. Hidup bermasyarakat juga berarti kehidupan dinamis dimana setiap anggota satu dan lainnya harus saling memberi dan menerima. Anggota memberi karena ia patut untuk memberi dan anggota penerima karena ia patut untu menerima. Ikatan berupa norma serta nilai-nilai yang telah dibuatnya bersama diantara para anggotanya menjadikan alat pengontrol agar para anggota masyarakat tidak terlepas dari rel ketentuan yang telah disepakati itu.

Rasa solider, toleransi, tenggang rasa, tepa selira sebagai bukti kuatnya ikatan itu. Paa diri setiap anggota terkandugn makna adanya saling ikut merasakan dan saling bertanggungjawab paa setiap sikap tindak baik megnarah kepada yang hang positif maupun negative. Sakit anggota masyarakat satu akan dirasakan oleh anggota lainnya. Tetapi disamping adanya suatu harmonisasi, disisi lain keadaan akan menjadi sebaliknya. Bukan harmonisasi ditemukan, tetapi disharmonisasi. Bukan keadaan organisasi tetapi disorganisasi.
Sering kita temui keadaan dimasyarakat para anggotanya pada kondisi tertentu, diwarnai oleh adanya persamaan-persamaan dalam berbagai hal. Tetapi juga didapati perbedaan-perbedaan dan bahkan sering kita temui pertentangan-pertentangan. Sering diharapkan panas sampai petang tetapi kiranya hujan setengah hari, karena sebagus-bagus nya gading akan mengalami keretakan. Itulah sebabnya keadaan masyarakat dan Negara mengalami kegoyahan-kegoyahan yang terkadang keaaan tidak terkendali dan dari situlah terjadinya perpecahan.. Sudah tentu sebabnya, misalnya adanya pertentangan karena perbedaan keinginan.
Perbedaan kepentingan sebenarnya merupakan sifat naluriah disamping adanya persamaan kepentingan. Bila perbedaan kepentingan itu terjadi pada kelompok-kelompok tertentu, misalnya pada kelompok etnis, kelompok agama, kelompok ideology tertentu termasuk antara mayoritas dan minoritas.
Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka atau prejudice berasal dari kata latian prejudicium, yang pengertiannya sekarang mengalami perkembangan sebagia berikut :
  1. semula diartikan sebagai suatu presenden, artinya keputusan diambil atas dasar pengalaman yang lalu
  2. dalam bahas Inggris mengandung arti pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yagn cermat, tergesa-gesa atau tidak matang
  3. untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan pelibatan unsur-unsur emosilan (suka atau tidak suka) dalam keputusan yang telah diambil tersebut
Dalam konteks rasial, prasangka diartikan:”suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu, yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi ”. Dalam hal ini terkandung suatu ketidakadilan dalam arti sikap yang diambilkan dari beberapa pengalaman dan yang didengarnya, kemudian disimpulkan sebagai sifat dari anggota seluruh kelompok etnis.
Prasangka (prejudice) diaratikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Baha arab menyebutnya “sukhudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Dan disisi lain bahasa arab “khusudzon” yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau beringkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka ini sebagian bear sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsure efektif yang kuat.
Tidak sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok ? tampaknya kepribadian dan inteligensi, juga factor lingkungan cukup berkaitan engan munculnya prasangka. Orang yang berinteligensi tinggi, lebih sukar berprasangka, mengapa ? karena orang-orang macam ini berikap dan bersifat kritis. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukkan pada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan. Seseorang yagn mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatof tanpa latar belakang prasangka. Demikian jgua sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.
Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi :
  1. berlatar belakang sejarah
  2. dilatar-belakangi  oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
  3. bersumber dari factor kepribadian
  4. berlatang belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
Usaha-usaha mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminai
  1. Perbaikan kondisi sosial ekonomi
  2. Perluasan kesempatan belajar
  3. Sikap terbuka dan sikap lapang
Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes.
SIKAP DAN PRASANGKA
Karena prasangka itu suatu sikap, yaitu sikap sosial, maka terlebih dahulu sikap perlu dirumuskan. Sikap menurut morgan (1966) adalah kecenderungan untuk berespon, baik secara positif maupun negatif, terhadap orag, obyek, atau situasi. Tentu saja kecenderungan untuk berespon ini meliputi perasaan atau pandangannya, yang tidak sama dengan tingkah laku. Sikap seseorang baru diketahui bia ia sudah bertingkah laku. sikap merupakan salah satu determinan dari tingkah laku, selain motivasi dan norma masyarakat.Oleh karena itu kadang-kadang sikap bertentangan dengan tingkah laku.
Karena berbeda dengan pengetahuan (knowledge), dalam sikap terkandung suatu penilaian emosional yangdapat berupa suka, tidak suka, senang, sedih, cinta, benci, dan sebagainya. Karena dalam sikap ada ”suatu kecenderungan berespon”. maka seseroang mempunya isikap yang umumnya mengetahui perilaku atau tindakan apa yang akan dilakukan bila bertemu dengan obyeknya. Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan, bahwa sikap mempunyai komponen-komponen, yaitu :
  1. kognitif : artinya memiliki pengetahuan mengenai objek sikapnya terlepas pengetahuan itu benar atau salah
  2. Afektif: artinya dalam bersikap akan selalu mempunyai evaluasi emosinal (setuju-tidak setuju) mengenai objeknya
  3. Konatif: artinya kecenderungan bertingkah laku bila bertemu dengan objek sikapnya, mulai dari bentuk yang positif (tindakan sosialisasi) samapai pada yang aktif (tindakan menyerang)
Pertentangan-pertentangan sosial / ketegangan dalam masyarakat
Konflik (pertentangan) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar atau perang. Dasar konflik berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar yang merupakan cirri-ciri dari situasi konflik yaitu :
  1. Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagianyang terlibat di dalam konflik
  2. Unti-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan,  masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan
  3. Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan  suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi paa lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepaa lingkungan yang luas yaitu masyarakat.
  1. Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan yang antagonistic didalam diri seseorang
  2. Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
  3. para taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai an norma-norma kelompok yang bersangkutan berbeda.Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang aa dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Adapun cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :
  1. elimination; yaitu pengunduran diri salah  satu pihak yang telibat dalam konflik yagn diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri
  2. Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya
  3. Mjority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
  4. Minority Consent; artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakan untuk melakukan kegiatan bersama
  5. Compromise; artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah
  6. Integration; artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak