Sejak di luncurkannya konsep Klasikal Realisme ( Morgenthau, 1920) tentang negara dan kepentingan nasionalnya sebagai kekuatan dominan dalam hubungan antar bangsa dan antara negara dan warganegara, sampai hari ini, konsep kenegaraan masih merupakan konsep ideal bagi tata laksana hubungan domestik, kawasan dan internasional. Dalam tata laksana hubungan domestik, maka titik beratnya adalah negara dan
warga negara. Negara sebagai subyek, warga negara sebagai obyek. Dalam kasus Indonesia yang menganut asas Hak Asasi Manusia ala konfusianisme, kewajiban harus di dahulukan sebelum hak di penuhi. Artinya, warga negara berada pada posisi untuk patuh agar haknya di penuhi.
warga negara. Negara sebagai subyek, warga negara sebagai obyek. Dalam kasus Indonesia yang menganut asas Hak Asasi Manusia ala konfusianisme, kewajiban harus di dahulukan sebelum hak di penuhi. Artinya, warga negara berada pada posisi untuk patuh agar haknya di penuhi.
Dalam hubungan kawasan dan internasional, negara dan warga negara mau tidak mau akan saling bahu membahu untuk menyukseskan hubungan tersebut, terlebih di zaman serba virtual ini, di mana bentuk kejahatan terbaru hasil klasifikasi NATO adalah kejahatan dunia maya (Cyber crime). Dalam jenis kejahatan ini, musuh negara bukan melulu negara lain, melainkan individu yang bisa saja warganegara (negara) itu sendiri. Maka, Dwi Kewarganegaraan (DK) harus mampu merangsang negara untuk mencari cara -cara baru guna menangani jenis kejahatan yang bisa mengancam kedaulatan suatu negara, selain juga menjadi katalisator bagi bentuk-bentuk hubungan diplomatik yang baru bagi kedua belah pihak.
Akan tetapi, asas negara sebagai subjek tetap berlaku dalam semua jenis hubungan, karena negara memiliki kapasitas ‘legal personal’ atau berdaulat dan karenanya mampu melakukan interaksi dan hubungan internasional dengan pihak asing, baik negara maupun organisasi internasional. Dengan kapasitas ini, negara mampu menjamin kedaulatan individu si warganegara di luar wilayah kedaulatan negara. Begitu mutual hubungan antara negara dan warganegara, oleh karenanya demi menjaga status hukum (legal personal) itu, negara akan mendahulukan kepentingan nasionalnya yang terkait dengan unsur -unsur kedaulatan yang terdiri atas wilayah, penduduk dan perangkat hukum, serta pengakuan dari pihak internasional. Wacana DK bermuara pada semua unsur strategis kedaulatan suatu negara.
Oleh karena itu, pendekatan Petisi Dwi Kewarganegaraan (PDK) dalam mewujudkan visi gerakan ini adalah Top Down dan Bottom Up. Top Down di dengan mewacanakan posisi Indonesia di Kawasannya (ASEAN) dan global (G20). Di Kawasan ASEAN, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi dominan karena beberapa alasan. diantaranya adalah, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ke tiga di dunia, populasi terbesar ke empat di dunia, bersama ASEAN, Indonesia mampu mencipatakan kawasan ekonomi terbesar ke lima di dunia.
Akan tetapi, Indonesia perlu lebih berani dalam mengambil arah dan memimpin ASEAN, karena Indonesia di kenal sebagai rumah politik ASEAN.The ASEAN Way yang selalu di banggakan sebagai ciri dari kultur asia, perlu di tinjau ulang pelaksanannya, agar ASEAN tidak jalan di tempat ( jka di bandingkan dengan kemajuan EU dalam organisasi kawasan). Indonesia seharusnya menjadi katalisator bagi keterbukaan ASEAN, dengan lebih dulu membuka dirinya melalui salah satunya, aplikasi Dwi Kewarganegaraan.
Pendekatan Bottom Up adalah Partisipasi WNI (dalam dan luar negeri) untuk terlibat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik di kedua negara. Hanya saja, pemaparan program untuk kedua pendekatan itu akan membutuhkan banyak studi dan kerja keras semua pihak. Seharusnya, aplikasi DK dan peran warganegara ganda akan mampu menjadi katalisator bagi perubahan yang lebih maju dan terbuka.
Pendekatan Bottom Up adalah Partisipasi WNI (dalam dan luar negeri) untuk terlibat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik di kedua negara. Hanya saja, pemaparan program untuk kedua pendekatan itu akan membutuhkan banyak studi dan kerja keras semua pihak. Seharusnya, aplikasi DK dan peran warganegara ganda akan mampu menjadi katalisator bagi perubahan yang lebih maju dan terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar